Narsis (mustinya) Terkendali

Narsis, diadaptasi dari Narcissius, nama seorang pemuda dalam dongeng Yunani yang kepincut bayangan dirinya yang terlukis di atas air. Istilah ini kemudian menjadi salah satu kata serapan dalam perbendaharaan kata gaul Indonesia lewat perpanjangan tangan pihak media, utamanya penyiar radio remaja. Meski asalnya narsisme adalah satu kecenderungan mencintai diri sendiri yang berlebih, kenyataannya kosakata ini sanggup mencanangkan diri sebagai salah satu kata paling diakui. Dalam terminologi gaul, narsis bermakna suka difoto atau fotogenit :-)

Aksi narsisme sebetulnya sah-sah aja, sepanjang porsinya pas. Salah satu contoh nyata narsis yang lumayan-agak-sedikit-mengganggu adalah narsisme walikota Depok : Nur Mahmudi Ismail ato kita perpendek menjadi NMI supaya gak capek ngetiknya :-). Gimana nggak, sejak terpilih menjadi walikota resmi di kawasan suburban ini, NMI gemar memajang pose dalam bentuk baliho dan billboard di sepanjang jalan Margonda hingga Jalan Arif Rahman Hakim (ARH) menuju Jalan Nusantara. Ini yang sepemantauan saya karena rute ini yang biasa saya lewati dalam aktivitas sebagai komuter

Salah satu “pose hot” NMI adalah anjuran makan dengan tangan kanan yang diklaim sebagai jati diri bangsa, terletak strategis di pertigaan flyover menuju ARH. Pose ini konon sempat menjadi hot topic di sebuah milis besutan alumni SMA negeri di Depok. Bahkan, pernah juga beredar melalui e-mail dan banyak milis berbarengan dengan sejumlah poster kampanye caleg yang dianggap “ajaib”. Persis di punggung baliho ini, ada pose NMI menginformasikan santunan kematian buat warga Depok melalui asuransi. Beberapa ratus meter dari dua poster raksasa ini, tepat di percabanganj alan Nusantara yang memisahkan Depok Utara dan Depok I, terpajang dua baliho dengan posisi melebar yang lagi-lagi berisikan foto NMI. Hebatnya satu di antara dua poster gede itu (lagi-lagi) tentang imbauan makan dengan tangan kanan. Terkait kampanye Pemilu 2009, salah satu poster kemudian beralih menjadi kampanye sebuah parpol.

Satu spanduk lain yang cukup menggelitik, digantung di jalan Margonda sebelum Mal Depok. Isinya, ucapan selamat atas penghargaan yang diraih oleh NMI. Biasa sebetulnya, hanya saja spanduk ini menjadi menarik karena disampaikan oleh : NURMAHMUDI FANS CLUB. Gosh, ini walikota atau Indonesian Idol sih?

Apa nggak ada materi lain yang lebih bagus ditayangin ya di banyak tempat berpajak mahal itu? Mungkin, ini cuma sedikit curcol dari warga Depok yang terpaksa berkeliaran tanpa identitas legal akibat proses birokrasi yang nggak juga memendek, akan lebih fungsional kalau satu aja di antara banyak tempat beriklan itu dipakai untuk sosialisasi aturan baru kepemerintahan. Misalnya tentang ketetapan baru dari Disduk yang ternyata mengharuskan penyerahan salinan ijazah terakhir untuk proses perpanjangan KTP.

Iya, KTP. Saya baru tahu bahwa untuk membuat KTP baru untuk mengganti KTP yang hilang musti melampirkan salinan ijazah, selain berkas yang umum seperti fotokopi KTP lama dan Kartu Keluarga. Sebagai salah satu mahluk cuek yang bisa dengan mudahnya berganti kantor tanpa perlu menyerahkan ijazah, saya akhirnya berhasil menyetor sang kopian ijazah (setelah sebelumnya berjibaku dengan memori dan tumpukan kertas penting lain karena lupa di mana lemari penyimpanan ijazah..hehehe). Ini belum termasuk misah-misuh dan konfirmasi ke temen yang pegawai pemkot Depok. Setoran ijazah ini saya titip ke kakak yang jam kerjanya lebih fleksibel karena orang kelurahan ikutan libur pada weekend.

Usai setor ijazah, saya bisa nafas lega dan bernyanyi-nyanyi karena selembar kartu yang menyatakan bahwa saya adalah warga Depok akan segera masuk dompet. Tapi, rupanya kebahagiaan yang datangnya terlalu cepat musti dicurigai. Begitu pun status si KTP. Rupanya, perjalanan saya menjemput impian masih panjang karena lagi-lagi segala berkas itu harus masuk ke meja kecamatan sebelum akhirnya sampai ke kantor walikota (sigh). Haloooo... apa gak ada rute yang lebih panjang Pak?

As informed by temen yang pegawai Pemkot, aturan baru ini mulai diterapkan 9 Januari 2009. Sebetulnya KTP saya udah jadi sebelum tanggal itu, tapi terdapat kesalahan penulisan nama yang fatal (ingeeeet: nama membawa makna) sehingga saya menjadi salah satu korban perpanjangan birokrasi yang basi itu :-(

Barusan, saya sempet curcol soal betapa melelahkan lahir batin soal kartu identitas ini pada si temen yang pegawai Pemkot dan dianugerahi penugasan membenahi sistem informasi di pemerintahan Kota Depok, termasuk websitenya yang sedang dormansi itu. Katanya siih, saat ini sistem masih dalam pembenahan dan nantinya akan menjadi lebih mudah untuk meng-update data kependudukan plus komplen melalui website. Nice idea yang udah lamaaaaaaaa banget saya denger sejak Depok ganti pimpinan. Nyatanya, ide itu belum terealisasi juga hingga sekarang. Mungkin tahun 2030 baru kita bisa menikmati kenyamanan bertransaksi yang terkait kepemerintahan melalui jaringan dunia maya. Hmmmm... mudah-mudahan saya masih bisa menikmati keindahan itu.

Satu sisi baik saya berbisik: mungkin pak wali dan pejabat pemkot lagi sibuk berbagi rizki buat tukang spanduk, developer perumahan, kontraktor pembatas jalan “angkot way”, dan pengolah limbah kota. Sisi jahat saya yang lain bersorak: hehehe untung waktu pilkadal gw gak ikutan nyoblos jadi gak nyesel!!!









Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

5 comments:

Indri said...

wahahaha, mo donk satu contoh fotonya, biar saya bisa ngeliat :D

ya at least, sekarang depok udah jadi kota yg maju deh :P

salam kenal btw :)

cho.[dot] said...

hyahaha..aneh jg..kirain yg doyan narsis anak smp sma kul duanz.tnyta NMI ikt2an jugag..

mampir juga kesini

cho.[dot] said...

hyahaha..aneh jg..kirain yg doyan narsis anak smp sma kul duanz.tnyta NMI ikt2an jugag..

mampir juga kesini

ipied said...

ada fotonya ndak?? wah iya saya baru sadar postingan comro tadi kok juga tidak berfoto?

back to topic iya ada fotonya gak? spanduk yng dah kaya lapangan bola itu? lah sekarang atributnya kan dah gak ada....

ario said...

potonya mana ?