Teman Sebatas BBM

Apa sih kehebatan BBM (Blackberry Messenger, bukan Bahan Bakar Minyak yang menyulut orang pada demo ituh)?

Tentu saja selain bisa pamer beragam autotext unyu-unyu, BBM punya fitur BM alias broadcast message, fitur yang nggak pernah saya manfaatkan sejak pake BB dan kemudian melepasnya dengan berat hati karena si BB mendahului saya T___T 

Kemudahan komunikasi via BBM memang belum tertandingi, sepengamatan saya. Selama handset terhubung dengan BIS, secara otomatis kita terus-terusan tersambung. Mahal? Itu dulu, waktu BB masih jadi simbol kaum eksekutif level manajerial, sama kayak Motorolla batu bata pada tahun 90an.  Sekarang? Hey, dua ribu perak per hari aja udah bisa BBM-an pleus update terus di twitter dan facebook!

Gara-gara BBM ini, saya terhubung kembali dengan teman lama: kuliah, SMA, bahkan SMP! Resikonya sih ada, nggak semua pengguna BB tau etika berkomunikasi. Maka jangan heran kalau jam 6 pagi (di saat pelukan mesra dengan guling sungguh sulit dilepaskan) atau jam 12 malam tiba-tiba "tuing tuing" notifikasi BBM mengabarkan produk terbaru dari online shop milik mbak W berupa mukena dengan lukisan tangan bunga amarilis atau apalah itu sudah bisa diorder >,< 

BBM juga mendekatkan saya pada, sebut saja mbak Y, seorang pengusaha sukses. Selain urusan kerjaan, mbak Y ini juga sering curhat hal-hal kecil di sela-sela kesibukannya menghadiri pembukaan cabang waralaba atau jadi pembicara di banyak seminar. (Saya membayangkan mbak Y sedang mengalihkan energi marahnya menjadi sebuah gosip-gosip ringan dengan saya lewat BBM ketika bertarung melawan macet di mobilnya yang supernyaman). Dan mbak-mbak pengusaha lain, sebut saja jeng A yang sering mengajak saya bercakap-cakap tentang kegalauannya berpindah kuadran dari pegawai jadi pengusaha. (Saya bayangkan jeng A ini ada di kamarnya sambil mengawasi anak gantengnya nonton animasi berbahasa Inggris ketika surhat).  

Ketika akhirnya BB saya wafat akibat terantuk lantai keramik (setelah berkali-kali lepas dari genggaman dan menghantam banyak benda berpermukaan keras, akhirnya BB saya harus melepas masa hidupnya juga), tentu saya kehilangan notifikasi broadcast message (yang kebanyakan hoax itu) dan surhat. Barangkali teman-teman BBM saya akhirnya peduli juga, karena kode D dan R yang biasanya senantiasa muncul sama sekali tak tampak. Maka, sebut saja R (seorang teman lama yang biasa berkisah di BBM) tiba-tiba mengirim DM: ada apa dengan BBM saya kenapa nggak berbalas. Lantas saya jawab dengan berita duka berupa kematian BB yang tragis dan mendadak (sebelum saya sempat menyelamatkan data di dalamnya berupa phonebook). Sampai sekarang, si R yang ganteng ini nggak pernah menghubungi saya. 

Akan halnya mbak Y dan mbak A, saya juga tidak pernah bertukar cerita lagi. Mbak Y pernah saya hubungi via WhatsApp (yang lebih bersahabat karena tidak memandang perbedaan platform OS) dengan alasan whatsapp-nya salah password dan sebagainya dan sebagainya. Sementara jeng A pun hanya sesekali berbagi cerita di aplikasi chat multi platform sebelum akhirnya senyap. Semula saya pikir, kesibukan mereka sebagai pebisnislah yang mengurung konektivitas mereka dengan saya. Tapi, lewat kasak kusuk dengan teman lain (yang masih bisa dihubungi lewat PIN BB tentunya) saya tau kalau jeng A dan mbak Y masih sering cekikikan di BBM. Oh...

Itu belum termasuk beberapa teman yang nggak-terlalu-dekat-tapi-kadang-menyapa-di-BBM yang juga menghilang sih. 


Kenangan bersama mendiang BB yang sudah wafat itu... T____T 

Seandainya saya memiliki BB lagi, apakah teman-teman saya yang menghilang itu akan kembali? 

Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

2 comments:

vrnus said...

Apa enaknya sih ngobrol berlama2 lewat app semacam BBM dan watsap dan apapun itu? Aku gak betah lhoh :))

Tapi ya didoakan kamu cepet dapet ganti BB supaya temen2mu balik lagi :D

biet said...

enakan smsan mb,,,heheheh