Rezeki Itu...

Doa apa yang paling sering kamu panjatkan setiap selesai shalat atau beribadah?

Kelimpahan rezeki, sepertinya salah satu request terbanyak yang disampaikan umat kepada Tuhannya (selain jodoh pastinyah!). Nggak perlu malu kok, lha wong Tuhan sendiri yang bilang apa pun kebutuhan kita minta aja. Kalau sudah waktunya pasti dikasih.

Rezeki identik dengan duit atau harta. No wonder, buku-buku yang memuat tips dan trik kemudahan mendapatkan rezeki itu menempati rak best seller (yang sampai sekarang saya nggak tau kriterianya apa) di toko buku beken. Titipan doa umroh atau haji juga berkisar di antara minta dilimpahkan rezeki. Sekarang ini juga digiatkan lagi bersedekah untuk memancing rezeki lebih banyak. 

Padahal, rezeki nggak melulu musti berwujud uang dalam segala bentuknya (termasuk voucher maksudnya). Pun bersedekah, nggak selamanya dalam bentuk harta. 

Beberapa hari yang lalu, saya nyaris jadi korban pencopetan di kopaja. Menjelang lebaran memang tingkat kriminalitas level maling jalanan (yang mencakup copet, jambret dan sejenisnya) meningkat. Sama kayak keluarga pemulung yang tiba-tiba berhamburan memenuhi Jakarta di bulan Ramadhan. Dengan kondisi tas tanpa penutup, apa susahnya sih buat copet merogoh dan memindahkan dompet atau handphone saya ke dalam tasnya? Alhamdulillaah, benda-benda berharga itu aman dari jangkauan si copet. (Saya baru tahu kalau si copet berusaha menyusupkan tangannya dalam tas setelah ada ibu-ibu yang ngasih tau malah!).

Terlepas dari perlindungan ekstra yang saya lakukan pada tas (meski gak pake ritsliting penutup, bukan berarti dompet dan handphone gak terlindungi sih, thanks to organizer bag system yang cukup ribet buat dibuka-buka maling).  Saya pikir, selamat dari pencopetan juga salah satu rezeki yang wajib saya syukuri berkali-kali. Allah masih melindungi saya!

Lalu teringat kejadian beberapa hari sebelumnya. Turun dari commuterline, nyaris tengah malam, saya bertemu seorang bapak tua tuna netra. Sambil memberikan arahan menuju main gate keluar stasiun, kami ngobrol-ngobrol. Tumben-tumbenan juga stasiun yang biasanya ramai ojek motor malam itu sepi, padahal si bapak tuna netra ini perlu ojek motor untuk pulang. Yang bikin kesel, satu-satunya ojek motor ogah mengangkut dengan alasan terlalu dekat. Tjih! Akhirnya saya kontak tukang ojek langganan supaya datang dan mengantar si bapak tunanetra pulang duluan, sementara saya bisa naik ojek langganan lain. 

Perlahan, terurai benang penghubung antara "sedekah" kecil saya di stasiun malam itu dengan kejadian copet kopaja. Bisa jadi, ini cara Tuhan membalasnya. Dan, semoga balasan yang sama juga dilimpahkan Tuhan pada ojek motor yang mau mengantar bapak tuna netra (yang ternyata adalah musisi di kafe dekat kantor saya!) itu ke rumahnya malam itu.

Aamiin.... 


Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

7 comments:

Sriyono semarang said...

begitu ya kak eno...
amiiin

Ceritaeka said...

Menunggu sedekahan dari Eno :D

e-no si nagacentil said...

@Sriyono
aamiiiin

e-no si nagacentil said...

@eka
sedekah berupa cium dan peluk oke?

warm said...

keren ceritanya, indpiratip kakak ^^

e-no si nagacentil said...

Terima kasih mas @warm sedekah memang gak harus melulu uang, dan rezeki gak selalu berwujud harta kan?

@wiwinwiwin said...

Hae kak :)