Lope Lope Di_udara

Dua tahun lalu saya absen di #LLD, sebuah kopdar raksasa untuk para relawan Akber senusantara. Maka tahun ini saya membulatkan diri (meski gagal jadi bulat) untuk ikutan. Dan label sebagai panitia mau nggak mau mengharuskan saya hadir di kegiatan dua tahunan ini yang ternyata amat sangat menyenangkan \o/

Meski perjalanan berangkat dan pulang lumayan menyiksa area lumbal dan sekitarnya, kebersamaan para relawan yang berasal dari beberapa kota membuat jarak tempuh menciut jadi hitungan sentimeter karena fun.  Bayangin aja, take off jam 8 malam dari stasiun Pasar Senen, hitungan matematis mustinya nyampe St. Tawang menjelang jam 3 dinihari.  Teorinya sih bakal bobok manis dalam kereta yang adem. Prakteknya: ngikik-ngikik gak jelas sampai lewat tengah malam. Dan akhirnya menyerah pasrah pada energi yang mulai merendah menjelang kedatangan. Sampai di Tawang kriyep-kriyep mode macam pengungsi kehabisan bekal. Sambil nunggu subuh bergeletakan di serambi mushola. Bersyukurlah sampai saat ini mushola (dan masjid) masih jadi tempat gratisan buat para musafir rehat. 


Saya sih nggak akan menulis tentang materi di #LLD2014 yang bagus-bagus semuanya itu.  Yang pasti, euforia pasca LLD sampai hari ini masih terendus di linimasa berbagai media sosial: twitter, facebook, path.  Persis seperti dua tahun lalu (di mana saya sempet "sebel" lihat linimasa dan akhirnya merasakan sendiri kenapa sampe sedemikiannya).  Entahlah, mungkin karena dalam nukleus para relawan sudah tercetak DNA dengan kode #berbagi maka kebersamaan itu sedemikian kuat.  Meski berasal dari beragam strata usia dan latar belakang, nyatanya pengacakan relawan menjadi grup diskusi maupun kamar nggak mengurangi lekatnya persaudaraan.  Ini bukan event camp pertama saya, tapi di sinilah rasanya kami begitu menempel macam lem tikus cap Gajah itu.

Di #LLD2014 memang nggak ada sesi pengumpulan tanda tangan macam anak kuliahan di ospek, cuma sekali relawan memperkenalkan diri. Itu pun dengan resiko bakal lupa karena ada 200 kepala dengan nama yang berbeda-beda, gimana ngingetnya cobak.  Tapi, ya begitulah kami, mingle yang terjadi secara natural justru memberikan reaksi positif yang melekat di sel kelabu otak.  Saat rehat kopi atau makan menjadi peluang yang luas untuk berbaur. Inilah alasan kenapa saya bergerak dari satu meja ke meja lain dan menghindari bergabung dengan relawan satu kota.  Yap, supaya lebih banyak lagi yang bisa saya kenal.


Akber adalah kumpulan relawan yang digerakkan oleh satu kesamaan: berbagi dan disulut oleh "orang gila" bernama Ainun Chomsun alias @pasarsapi (dan baru tau ini adalah nama sebuah area di Salatiga).  Di sini, kami tak lagi membedakan rupa, keyakinan, maupun orientasi.  Semua lebur seperti pasir larut dalam ombak air asin yang menghampiri dan menyeretnya ke samudra.  

Sebutir pasir mungkin tak akan punya arti, tapi seperti halnya kumpulan batang lidi, pasir-pasir itu bisa menjadi bangunan bersama dengan komponen lain.  Begitu juga langkah kecil para relawan, akan menjadi pondasi ketika penguasa bangsa tak lagi peduli dan sibuk menambah volume pundi-pundi pribadi. 



Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

7 comments:

Sriyono Suke said...

Berbagi bikin baby... aaaak...

danny said...

kok ga ada cerita tentang #citayam ?!

aku kecewak!

nagacentil said...

@suke hmmmmm.... baby hmmmm

Milliyya said...

Kok enggak ada tentang si dedek dua puluhan dan jam tangannya itu!

*gulung tikar*

nagacentil said...

@danny riskan ah posting kesultanan citayam menjelang pemilu ahahahah

e-no si nagacentil said...

@iyya cukuplah diposting dalam hati dan menjadi kenangan ~~~~~~/o/

Madhatters Supperclub said...

Thanks, great blog.