Ortu (Melek) Dihital


Am not a mom yet, but I do concern about parenting in digital era.

Membaca banyak kasus kejahatan anak yang terjadi gara-gara di social media beneran bikin miris ya? Diperparah dengan minimnya pengetahuan para ortu (dan sebagian guru!) tentang social media, jatuhnya korban mustinya bisa diantisipasi kalau kita tau gimana rambu-rambu ber-social media. Jangankan anak, orang dewasa aja bisa kepeleset. 

Beruntungnya saya, bisa ikutan #ArisanLivina bareng Nissan Grand Livina dan Polimolidotcom Sabtu lalu karena tema arisan (yang sebetulnya lebih sebagai ajang kumpul-kumpul perempuan, bukan kocok-kocok hehehe) yang diambil seputar Pola Asuh Anak di Era Social Media, pembicaranya Ainun Chomsun founder Akber dan ibu dari putri yang beranjak remaja. Lewat akun twitternya @pasarsapi mbak Ai--sapaan akrabnya--kerap mengeluhkan bagaimana mengerikannya kejahatan anak di jaman dihital. Kondisi ini diperparah dengan minimnya aksi dari penguasa selain blokir dan blokir. Ketahuilah bahwa blokir bisa diakali dengan kepintaran para heker dan kreker pak! Tapi modal dasar berupa imunitas seorang pengguna internet yang dibekali pengetahuan cukup akan lebih bermanfaat untuk mencegah maraknya kejahatan di dunia dihital!



Kejahatan apa aja yang mengincar anak di dunia maya? Predator pedofil yang menyamar sebagai dokter untuk mendapatkan foto-foto yang mengeksplorasi organ genital (primer dan sekunder) korbannya mungkin cuma puncak gunung es dari sekian kasus. Yang juga perlu perhatian khusus adalah cyber bullying, jenis kejahatan dengan teror psikologis nggak kalah mengerikan dengan bullying secara fisik. Hebatnya, pelaku cyber bullying cukup pintar dengan menghapus semua jejak digitalnya ketika aksinya terendus dan nggak ragu membuat akun (dengan identitas baru) untuk kembali melakukan cyber bullying. Kemunculan die hard fans juga bisa memicu perselisihan yang berujung pada cyber bullying lho, jadi pantau apakah anak kita mengintil akun selebriti idolanya.

Menguasai tools bukan jaminan ortu untuk bisa mengendalikan kriminal dihital. Komunikasi dengan anak lebih penting ketimbang membentengi diri dengan berbagai piranti lunak pemblokir (meski tetep perlu untuk anak pada level usia tertentu).Beberapa tips untuk mengawal anak ber-social media ini bisa diterapkan:

Jaga privacy!
  • Bikin aturan bersama: apa aja DOs & DON'Ts di dunia maya untuk anak, gunakan analogi untuk memudahkan nalar dan logika anak dalam mencerna
  • Buat batasan: yang boleh dan nggak boleh dilakukan di dunia maya, misalnya hanya boleh mengakses dari piranti milik ortu (biar bisa dilacak), ijin sebelum instalasi games di gadget
  • Bikin kesepakatan: kalau anak melanggar aturan yang sudah disepakati bersama, jangan segan memberikan hukuman misalnya nggak boleh online dalam waktu tertentu
  • Atur setting di social media, ini agak teknis tapi percayalah nggak akan serumit memecahkan kode-kode dari gebetan! Atur privacy setting di social media account untuk melindungi anak dari paparan identitasnya
Tips teknis seputar mengawal anak di social media saya cantumkan gambarnya ya di sini mudah-mudahan cukup jelas:
 

Sementara hal-hal yang tabu di social media saya berikan di sini:


 
Sebetulnya, aktivitas anak di dunia maya bisa diarahkan ke hal positif kok. Cari tau deh kecenderungan bidang yang disukai anak: foto/videografi, menulis, atau bahkan memecahkan solusi di games? Dari situ kita bisa pilihkan media yang pas untuk penyaluran interests-nya: kalau suka nulis bikinin blog, yang hobi fotografi kenapa ngga tantang untuk bikin foto bagus menggunakan kamera ponsel untuk diunggah ke instagram/youtube/vimeo atau vine. Trus kalo anak hobinya main games gimana? Cek apakah games yang dia mainkan aman, ikut main bareng, dan arahkan dia untuk berkreasi membuat games sendiri dengan mengikutkan kursus. Sekarang udah ada lho kelas coding buat anak!  Mendingan anak sibuk beginian kan daripada nonton sinetron gak jelas?

Sifat social media yang pamerable ini sebetulnya pas banget untuk membuat anak lebih pede berkarya. Apresiasi berupa sedekah jempol yang diterima anak lewat peer society pastinya akan lebih mengena ketimbang pujian ortu (yang katanya sih udah default gak gak obyektif karena setiap ortu pasti hobi muji anaknya sendiri hahaha...)

Nah, gimana? Sudah siap menjadi ortu yang melek dihital?



Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

2 comments:

Anonymous said...

Kayanya mba eno udah siap banget inih jadi ortu dihital! ;)

Indah Juli said...

Sedih nggak bisa ikutan, secara aku punya dua anak ABG.
Semoga ada lagi ya, No.
Postinganmu informatif dan lengkap, jadinya ngiri :D