Menguji Sotoji

Suka soto?


Sebagai salah satu kekayaan kuliner tanah air, soto bisa dibilang sangat gampang ditemukan di mana-mana. Varian sup nusantara ini memang sering banget jadi pilihan pengganjal perut para pekerja ibukota di sela jam ngantor. Praktis, murah, dan cukup lengkap memenuhi kebutuhan asupan harian kebanyakan orang Indonesia yang belum makan kalau belum makan nasi. Seporsi soto umumnya mengandung komponen karbohidrat dari nasi dan bihun/soun, nutrisi dari produk nabati berupa irisan kubis dan daun bawang, plus sumber protein hewani suwiran daging ayam/sapi. Sedap disantap.


Sadar bahwa soto menjadi primadona kuliner tanah air, Tri Rastra Sukses Sejahtera menangkap dengan jeli peluang menyajikan soto dalam bentuk lain.  Lewat serangkaian riset pastinya, pabrikan makanan asal Bogor ini lantas menelurkan Sotoji sebagai alternatif menikmati soto secara mudah. Menarik. Sekardus Sotoji, yang tak lain merupakan akronim dari Soto Jamur Instan ini pun mendarat di kos saya penghujung tahun lalu. Woo hoo lumayan banget nih buat mencegah bahaya kelaparan yang kerap melanda anak kos. Berhubung sampel yang dikirim banyak banget, maka beberapa penghuni kos lain pun kecipratan icip-icip haratis. Sekaligus pemerataan kesejahteraan lah ^___^


Kesan pertama yang saya tangkap dari Sotoji mungkin sama kayak penikmat lain: ini bihun instan rasa soto yah? Hmm... nggak salah sih karena memang otak kita sudah telanjur disesaki mi dan bihun instan dengan sejuta rasa pilihan. Buat saya, kemasan Sotoji yang didominasi warna hijau segar ini nggak terlalu masalah sih. Cukup eye-catchy. Masalahnya justru keluar ketika saya membuka kemasan dan menemukan bungkus-bungkus bumbu yang menurut saya terlalu tegar untuk dirobek dengan jari hihihi... Ini cukup merepotkan kalau kita memasak di dapur kos yang umumnya sangat-sangat sederhana (baca: minim perangkat perang khas dapur macam gunting).


Oh ya, awalnya saya sempat heran menemukan minyak soto yang dikemas dalam dua kantong kecil. Kirain yah salah masukin seperti kejadian beberapa produk mi instan lain. Ternyata, setelah dikonfirmasi ke produsennya (yang nggak lain temen milis deBlogger hehehe) memang default-nya dua biji. Hmmmm jelas ini bakal menambah populasi sampah anorganik yang selama ini cukup bikin pusing *serius mode on*. 


Eksperimen perdana dengan Sotoji, saya mencobanya tanpa tambahan apa pun alias sesuai dengan petunjuk pemakaian dan komponen yang terdapat dalam kemasan.  Komen saya untuk rasa tentu "sangat soto" dan saya menemukan alasan tepat kenapa minyaknya terpisah dalam dua bungkus. Ini terkait soal selera, bisa jadi buat yang nggak terlalu suka rasa soto yang terlalu tajam cukup menggunakan satu kemasan aja *manggut-manggut*. 


Percobaan berikutnya saya mencoba mengkreasikan Sotoji dengan aneka bahan segar dan tentu saja sebagai penyuka Soto Madura telur rebus jadi pilihan. A very simple trick: hanya dengan menambahkan beberapa butir telur puyuh rebus dalam mangkuk saji Sotoji. Untuk membuatnya lebih nikmat, saya taburkan juga bawang goreng dan tentunya perasan jeruk lemon yang ternyata memberi efek nikmat luar biasa. Kenapa lemon dan bukan jeruk nipis? karena stok yang ada di kulkas adalah lemon hahahaha... Oh ya sebagai penggila pedas tentu saja tambahan rawit merah yang dikoyak sedikit untuk kenikmatan tambahan :9 


Terpaksa minjem foto dari web Sotoji 8'(
Sayangnya, hasil kreasi yang telah diabadikan dalam bentuk dihital di kamera ini terpaksa tidak bisa saya lampirkan karena masalah klasik yang menghantui pengguna PC: serangan virus yang membuat memori yang terekam di kamera tak terbaca oleh laptop T____T


Sebagai terobosan baru dalam mengemas kuliner Indonesia Sotoji punya peluang untuk menjadi bintang di bidang hidangan instan. Dan sebagai kritikus produk yang baik tentu saja saya mustinya nggak cuma bisa melayangkan kritik-kritik tapi juga memberi masukan yang solutif untuk kejayaan Sotoji. Hore.... mari kita mulai /o/ 


Tentang Produk


Satu kemasan Sotoji berisi sohun, jamur tiram kering, dan paket bumbu standar (bumbu instan, cabe bubuk, minyak). Awalnya saya membayangkan kelezatan jamur payung macam shiitake hehehe... Dan sayangnya jamur tiram yang digadang-gadang sehat penuh serat ini terlalu keras untuk kembali ke bentuk semula sebagai jamur tiram basah yang rasanya mirip daging ayam dalam keadaan segar. Mungkin perlu dipikirkan alternatif pengolahan jamur yang teksturnya tidak sekeras sekarang. Solusinya tentu Sotoji merevisi aturan masak menjadi: 


Masak jamur kering dalam air mendidih selama 2-3 menit sampai lunak, lalu masukkan sohun kering aduk-aduk sampai matang.


Kelezatan semangkok soto tidak bisa dilepaskan dari campuran sambal cabe rawit. Untuk membedakan Sotoji dengan mi dan produk instan lain, Sotoji bisa mengganti cabe bubuk dengan sambal cabai hijau ulek ala Bu Rudy lengkap dengan biji dan kulit cabenya yang menggoda. Trik ini pernah dilakukan oleh produk mi instan lho. Untuk memperkuat citra bahwa Sotoji adalah soto instan, juga bisa dilakukan dengan mengubah bumbu kering menjadi pasta. Dengan begini sampah plastik yang dihasilkan tentu bisa direduksi karena dalam sebungkus bumbu pasta mungkin bisa mengakomodir kebutuhan dua bungkus minyak yang memberi cita rasa soto tersebut. Selain itu, bumbu pasta juga bisa menaikkan "nilai jual" Sotoji ketimbang bumbu bubuk. Menurut investigasi, sebungkus Sotoji dibandrol 3500 rupiah. Cukup mahal jika image Sotoji adalah soto instan, namun cukup berarti jika dikonversikan ke dalam sebungkus soto instan yang punya nilai lebih.  



Ceruk Pasar


Sebagai produk instan yang identik dengan kepraktisan, sesungguhnya pangsa pasar untuk Sotoji terbuka lebar. Anak kos yang terbiasa asal-makan-yang-penting-kenyang tentu saja target yang empuk buat disasar. Sotoji bisa membuat anak kos yang sesungguhnya harapan bangsa ini lebih sehat dengan berbagai keunggulan yang dimiliki: kaya serat dan nutrisi dari tambahan jamur di dalamnya serta bahan sohun sebagai sumber karbohidrat yang dianggap lebih sehat ketimbang mi (inget mitos seputar bahaya mi instan kan? Sotoji lebih aman karena menggunakan sohun yang memang biasa ditemukan dalam bentuk kering seperti dalam kemasan). 


Kedua, orang kantoran yang kerap terburu-buru berangkat sehingga melewatkan sarapan. Mereka tentu membutuhkan asupan energi yang bisa terpenuhi dari sebungkus Sotoji. Tinggal titip OB buat masak di pantry dan seporsi soto jamur sedap bisa dinikmati. Pilihan pas juga ketika hujan menghalangi karyawan yang sebagian besar commuter buat membunuh lapar di kantor kan? 


Ketiga, Sotoji juga bisa menyasar para traveller yang tentunya bakal bosan jika setiap hari mengonsumsi mi di puncak gunung. Dan keempat jangan lupakan WNI yang merantau di negeri orang.  Sotoji bisa jadi "oleh-oleh mudik" dan obat kangen ketika jauh dari Indonesia. Iya dong, meski yang namanya sup bertaburan di berbagai negara tapi soto cuma ada di Indonesia. So, pas lagi rindu tanah air semangkok Sotoji olahan sendiri bisa menghadirkan suasana Indonesia di kamar flat atau apartemen. Jika Sotoji di kemudian hari menggunakan bumbu pasta dan sambal sungguhan, tentu saja sensasi Indonesia-nya bakal lebih terasa.


Promosi


Ikut tren bukan dosa, maka Sotoji pun menceburkan diri di dunia maya dengan akun @sotoji_ dan tentu saja Facebook Page. Jika jumlah followers dan likes menjadi acuan, tentu saja Sotoji masih perlu bekerja keras meningkatkan kuantitas kesuksesan kampanyenya. Pengayaan tweet content maupun aktivitas di Facebook Sotoji sesungguhnya bukan perkara sulit karena banyak sekali yang bisa digali dari brand soto instan ini. Lewat aktivitas di social media ini juga Sotoji bisa menanamkan kesan bahwa Sotoji bukan mi/bihun instan melainkan soto instan. Caranya? Tim kreatif yang berada di balik layar pasti punya strategi dong ah, nggak perlu saya tulis di sini kan ^__^Y *siapin proposal strategic online campaign* 


Kalau boleh memberi contoh, karena dunia kuliner sangat menarik buat digali maka Sotoji bisa menggaet followers/fans untuk berlomba mengunggah foto kreasi Sotoji mereka hari ini. Interaktivitas seperti ini yang akan menciptakan engagement dengan customers dan ke depannya bukan tidak mungkin menciptakan loyal customers seperti halnya Indomie atau seloyal pengguna Harley Davidson yang membentuk HOG. Who knows


Sotoji juga bisa memberikan alternatif kreasi menu di laman Facebook-nya. Siapa bilang soto instan cuma bisa gitu-gitu aja? Ibu-ibu yang bosan dengan hidangan penuh kolesterol bisa nyontek ke Facebook nih untuk ngolah Sotoji yang bisa jadi stok pas musim lebaran.


Terkait dengan ceruk pasar ini, Sotoji juga bisa memanfaatkan channel online video show untuk beriklan  seperti You Tube. Meski dibutuhkan upaya memproduksi video, beriklan di YouTube tentu lebih menekan biaya promosi ketimbang TVC yang perlu biaya nggak murah untuk slot beberapa detik aja. Tantangan lagi buat tim kreatif bikin video dan storyline yang keren nih biar jadi obrolan macam Norman Camaru atau Shinta-Jojo. 


Kaya akan beragam jenis soto, Sotoji pastinya nggak akan kehabisan bahan untuk membuat varian produk berikutnya. Bukan nggak mungkin ke depannya saya menemukan Sotoji rasa soto Padang atau Betawi yang unik kan? 
Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

9 comments:

Aditya Eka Prawira said...

Centil, gambarnya mana

Billy Koesoemadinata said...

salah satu hal yang nyesel saat nyoba sotoji kemaren adalah.. lupa campur sama telor!

*pengen dapet gratisan lagi* :P

A&K said...

mantap deh pokoknya,,,
semoga menang ya,,,

senang bisa berkunjung kemari
Kunjungi juga Ke Blog Gua ya

fairyteeth said...

enoooo.... mana gambar soto nyaaaa....

Padahal udah laper :))

Alris said...

udah banyak sih baca tentang sotoji, cuma jajal secara nyata aja belum.
mana fotonya?

e-no si nagacentil said...

@Adang nm makasih ya udah mampir...

e-no si nagacentil said...

@Fairyteeth fotonya... huhuhu.... digigitin virus 8((

Suke said...

online online...
eh itu saikoji yah... :D

e-no si nagacentil said...

@Suke heh! <(O_o)>